Dia Tuna... Saudara Kita
Bismillah.
Hari
ini saya mendapatkan pelajaran yang sangat berarti dan tidak akan pernah saya lupa
seumur hidup. Ini tentang rasa syukur kepada Allah swt.
Saya singgah di salah satu masjid di pinggiran kota Makassar. Dekat dengan Tempat
Pembuangan Akhir Sampah (TPAS). Saya masbuk dan mendapati jamaah sedang tahiyat
akhir. Tak ada hijab antara jamaah laki-laki dan perempuan. Sempat bingung,
tapi saya langsung sholat zuhur saja.
Saat
sedang sholat, ada seseorang yang berjalan mendekatiku lalu menabrak. Sekali
lagi saya bingung dan bertanya, “Apa maksudnya ini orang, apa dia tidak lihat?”
Tapi saya hiraukan dan melanjutkan sholat. Di rakaat terakhir, sekali lagi salah
satu jamaah yang mendekatiku mengibas-ibas sajadahnya. Ini sedikit mengganggu.
Setelah
sholat saya akhirnya sadar.
Ya
Allah, ampunilah dosaku. Mereka, jamaah masjid itu semuanya tuna netra. Pantas
saja dua orang sebelumnya menabrakku. Mereka tidak sengaja. Saya melihat mereka
berbincang-bincang dan beberapa lainnya mendengarkan suara HP. Saya lalu
membayangkan, mereka sejak lahir hanya melihat kegelapan. Gelap. Tak ada
cahaya. Tak ada keindahan dunia yang bisa mereka nikmati.
Mereka sedang berbincang-bincang |
Tidak.
Allah swt. menunjukkan sesuatu. Mereka merasakan keindahan dunia melalui
pendengaran mereka. Dan insya Allah di hari kelak, mereka akan melihat indahnya
akhirat bersama jamaah mukmin yang lain. Ya Allah masukkanlah hamba di surga-Mu
kelak bersama orang-orang yang beriman dan bertakwa. Aamiin.
Malam
ini, aku mendapat pelajaran lagi.
Semoga Allah selalu melindungimu, akhi |
Rasa
syukur, punya rumah, uang cukup, dan bisa makan enak. Dibandingkan dengan
mereka yang tidak memiliki rumah dan hanya tinggal di kolong flyover dan tidur di sebuah kasur. Tak
ada selimut, tak ada makanan, minuman, dan seseorang yang menemaninya. Tubuhnya
pun tidak normal seperti diriku. Kedua anggota badannya yang bergerak tidak
berfungsi dengan baik seperti Nick Vujicic.
Comments
Post a Comment