Begitu Dekat

Bismillah.

“Kematian adalah sebuah misteri.”
Saya benar-benar sadar akan arti dari kalimat di atas. Kematian adalah sebuah misteri untuk setiap anak cucu Adam. Kita tidak tahu kapan malaikat mencabut nyawa dan dengan cara apa dia mencabutnya.

Baru-baru ini, tepatnya di hari Minggu kemarin, Alhamdulillah saya kecelakaan. Kenapa saya bersyukur bisa kecelakaan? Karena saya akhirnya sadar…


  • Kematian adalah sesuatu yang paling dekat dengan kita
  • Orang yang rajin ibadah ataupun belum mantap ibadahnya bisa kembali ke hadapan Allah dengan cara yang berbeda-beda.
  • Tidak melihat umur, jenis kelamin, dan lain sebagainya.


Rencananya saya akan ke luar daerah untuk melakukan observasi di desa yang akan saya ajak kerja sama dalam penerapan teknologi tepat guna.
“Ibu Singara, saya pergi dulu.” kataku, pamit.
“Iya, Nak. Hati-hati.”
Saya lalu berangkat, “Bismillah. Semoga bisa sampai di tujuan tepat waktu.”
Itu yang saya pikir pertama kali. Bisa sampai di tujuan tepat waktu. Bukan, semoga tiba dengan selamat.

10 km. Motorku melaju dengan kecepatan sedang, tidak cepat dan tidak begitu lambat. Kendaraan begitu padat dan ramai. Belum saatnya memacu kecepatan motor. Lalu, saya teringat dengan pesan sahabat sekaligus guru bagiku.
“Gunakan waktu yang berhargamu dengan mengingat Allah. Zikir, muroja’ah, dan menyebut asma Allah dalam berkendara.”

Saya coba menerapkan kalimat dari sahabatku itu. Kalimat yang begitu indah dan tersimpan dalam memori panjang. An-Naba.

“Bismillah…”
Baru berapa ayat yang saya hafalkan, tiba-tiba dari arah depan saya melihat kecelakaan tunggal. Seorang anak jatuh dari motornya dengan kecepatan tinggi dan terseret. Ia mengarah ke depanku, saya coba mengerem, mencoba menghindar. Lalu, motor Thunder berwarna biru datang dari belakang dengan kecepatan tinggi menabrak ban depan dan aku terlempar terseret di jalanan. Pasangan suami istri yang mengendarai sepeda motor pun jatuh dan tertimpa oleh motor mereka sendiri.

Saya masih sadar dan melihat seorang ibu tertimpa kendaraannya sendiri. Bergegas saya dan warga menyelamatknnya. Saya tidak pikir lagi keadaan motorku saat itu. Hanya bisa mengucapkan syukur, saya masih bisa berdiri. Alhamdulillah.

Seorang remaja dengan luka di bagian pelipis, tangan, dan lutut yang darahnya terus mengucur datang menghampiriku.
“Kak, saya minta maaf kak.”
“….”
“Kak, tolong. Saya minta maaf atas kesalahanku.”
Saya menarik napas dalam-dalam, tidak menyangka kejadian ini begitu cepat terjadi. Kecelakaan yang hampir membuatku dan remaja ini bisa jadi meninggal karena kendaraan sangat padat berlalu lalang. Yah, ini namanya kecelakaan beruntun.
“Kak, bisa saya pinjam hape ta, mau telepon orang tuaku.” Katanya memohon.
Melihat kondisinya yang terluka, saya seperti membayangkan adikku sendiri. Jangan sampai warga memukulnya.
“Ini, panggil kedua orang tuamu datang secepatnya.” kataku sambil memberi handphone.

Dari suara handphoneku, saya mendengar anak ini terus dimarahi oleh bapaknya. “Kak, bapakku mau bicara.”
“Iya, Pak?”
“Kenapa ini? Bagaimana kejadiannya?”
“Begini Pak, bapak ke sini saja dulu liat anaknya. Habis kecelakaan di daerah Panciro.”
Bapak ini lalu meminta untuk berbicara dengan anaknya.

Tak lama kemudian, sepasang suami istri yang mengendarai motor Thunder pergi. Istrinya kaget dan terluka. Dan tinggallah motor kesayanganku yang rusak parah sendiri.
“Dagumu, dek. Luka.” kata bapak-bapak setengah baya melihat lukaku.
“Iye?” saya meraba dan bercermin. Tidak terasa saya juga kena lecet yang menyebabkan daguku sekarang luka.

Menurut pengakuan warga sekitar bahwa di daerah Panciro memang sering terjadi kecelakaan. Padahal jalannya rata, bagus, dan cukup lebar. Tapi mungkin karena itu, salah satu pengendara, perempuan seminggu yang lalu meninggal di tempat karena jatuh dan terlindas oleh truk. Jalan ramai bukan berarti jarang kecelakaan. Justru bisa jadi sebaliknya.

Hapeku berdering, ada yang memanggil. Ibu Singara.
“Nak, kau lihat kunci motor Suzuki?”
“Iye, saya tidak liat. Saya tidak pake-pake dari kemarin. Coba kita cari di meja ruang tengah.”
“Oh iya, Nak.”
“Bu, tunggu. Jangan dulu ditutup. Bisa panggilkan Agung, datang jemput saya di Panciro. Habis kecelakaan dan motorku rusak, tidak bisa bergerak.”
Di ujung telepon, dia terdiam beberapa saat. Mungkin kaget juga mendengar saya kecelakaan dan langsung bertanya keadaanku.
“Alhamdulillah saya baik-baik saja, hanya luka di dagu.”
“Tunggumi, Nak. Agung menuju ke sana.”
“Iye, terima kasih.”
Warga mulai pulang satu per satu. Tidak terjadi kemacetan, tapi terjadi gagal jantung. Tiba-tiba polisi laka lantas datang setelah kedua orang tua remaja tadi. Saya tidak tahu siapa yang menelpon.

Saya berurusan dengan polisi dan bapak dari remaja yang sudah dibawa ke rumah sakit. Alhamdulillah setelah mendengar penjelasan dari analisis kedua polisi, kami sepakat untuk berdamai. Ini adalah sebuah kecelakaan, ujian dari Allah. Motor Thunder sudah jauh pergi dan mungkin tidak akan pernah bertemu lagi. Kita saling berdamai, mendoakan agar segera sembuh, dan mengenal satu sama lain setelah polisi pergi.

Sampai saat ini, motor kesayanganku masih dirawat di bengkel terdekat dari tempat kecelakaan. Saya pulang dijemput oleh sepupu. Malam hari, rasa sakit mulai terasa di bahu, pergelangan tangan, kaki kiri. Keseleo.

Jika ditanya momen atau kejadian apa yang membuat saya bersyukur, salah satunya adalah kejadian kecelakaanku. Ya, akan saya ingat selalu dengan kejadian yang membuatku sadar bahwa kematian adalah sesuatu yang paling dekat dengan kita.

Comments

Popular posts from this blog

Teh Botak dan Kepindahannya

Akhi Wa Ukhti

BAB di Kampus