ABOUT LIM

Sini tanganmu! Ayo pergi main-main
Bismillah.
Saya merasa bersyukur dan beruntung punya saudara. Saudara laki-laki yang membuat saya bangga dengannya. Karena dia, saya jadi lebih termotivasi untuk menjadi lebih baik dan terus memperbaiki diri. Ini bukan tentang HIM, tapi tentang LIM. Namanya, Alim. Dia adik pertama sekaligus terakhir. Hahaha ya, kami hanya berdua bersaudara.

Jika teman-teman adalah perempuan dan memiliki saudara perempuan, pasti mainnya curhat-curhatan, cerita, hingga main masak-masakan. Kalau laki-laki? Hehehe… sudah pasti berkelahi.

Sewaktu kecil, saya sering sekali berkelahi dengan Alim. Rasa cemburu yang amat besar membuat saya tidak segan untuk mengajak berkelahi Alim. Saya hanya sedikit lecet, sedangkan dia banyak bekas luka yang diakibatkan tangan jahilku. Saya merasa selalu kalah dibanding dirinya. Tapi, semuanya berubah sejak saya masuk Madrasah Aliyah/SMA. Saya belajar untuk lebih dewasa dari sebelumnya.

Dan ketika Alim juga masuk SMA, kami mulai saling memahami dan mengerti satu sama lain. Kami masih sering berantem, tapi yang benar: beradu argumen. Kadang kami memiliki perbedaan pendapat, tapi ini membuat kami jadi lebih berbeda dari masa SD hingga SMP. Lebih besar, lebih dewasa, lebih kuat.

Semasa berseragam putih abu-abu, orang tua coba membanding-bandingkan antara saya dan Alim, “Lim, coba ikuti kakakmu yang dapat juara di kelas.”
   “Ya, Bu. Dapat juara bukan berarti yang terbaik di kelas.” kataku sambil makan setelah pulang penerimaan rapor.
   “Yang jelas dapat juara, Nak.”
   
Saya memandang ke arah Alim, saya tahu rasanya dibeda-bedakan, dibanding-bandingkan dengan saudara karena saya pernah mengalaminya. Alim berbeda dengan saya, dia memiliki sesuatu yang tidak saya miliki dan saya selalu kagum dan bangga dengannya. Itu terbukti sejak dia naik kelas XI hingga saat ini.

Alhamdulillah saya lulus dari madrasah, dan Alim naik ke kelas XI. Dia tumbuh menjadi lebih tinggi dari saya, badannya tegap, dan laki. Dia siap melindungi teman-teman termasuk saya, kakaknya. Dan sejak saat itu, dia mulai menunjukkan taringnya hahaha.

Walaupun tempat tinggal kami sudah berbeda, komunikasi tetap terjalin. SMS atau lewat media sosial lainnya. Kami saling mengingatkan dan menasehati. Kalau ada sesuatu, dia selalu mengirim pesan.
My Brother : Fuad, saya mencalonkan jadi ketua OSIS di sekolah.
Saya         : wis, bagus itu. Semangat bro

Di dalam hati, saya salut dan bangga dengannya. Dia berani dan dia mendapat dukungan dari teman-temannya untuk maju menjadi ketua OSIS. Itulah pemimpin, mereka yang dipercayai oleh temannya untuk mengemban amanah.

My Brother : Fuad, ada lomba dari media cetak yang hadiahnya pergi ke New Zealand!
Saya         : kau ikut?
My Brother :iya. Kau juga harus ikut. Ini linknya.

Dan beberapa bulan setelah itu,
My Brother: Fuad, sa mau ke Surabaya.
Saya        : bikin apa?
My Brother: saya lolos jadi perwakilan Sulawesi Tenggara. Lomba yang kemarin dari media cetak.
Saya        : Congratz bro. Oleh-oleh ya dari Surabaya nanti hahaha. Do your best.

Saya percaya kalau setiap orang cerdas, hanya jenisnya yang berbeda antara satu dengan yang lain. Kecerdasan bukan hanya soal matematika. Kemampuan seni, membangun komunikasi, olahraga, dan lainnya juga termasuk kecerdasan. Sampai detik ini saya percaya kalau kekuatan atau kemampuan seseorang akan terlihat di waktu yang tepat.

Tahun ini, Alim resmi menjadi mahasiswa, sama seperti saya. Dan dia masih terus aktif dalam kegiatan kepemudaan, menulis tulisan inspirasi di media cetak, dan Alhamdulillah dia masih tetap rendah hati. Saya harap, dia istiqomah dan terus mengembangkan dirinya dengan sikap rendah hati.

Sebuah catatan akhir tahun 2017.


Keep smile

Comments

Popular posts from this blog

Teh Botak dan Kepindahannya

BAB di Kampus

Akhi Wa Ukhti