Sudahkah Kita Berniat?
Bismillah.
‘Ayo, Fuad. Cepat, kita mau masuk TV ini!’
seru Andi yang sudah siap dengan kemeja kotak-kotaknya.
Pagi ini saya bersama
kedua temanku: Kak Wawan dan Andi pergi ke Kompas TV untuk siaran langsung seputar
komunitas Aksi Indonesia Muda.
Mereka yang memiliki peran penting di AIM menjadi pembicara di acara Sapa
Sulsel.
Malam hari sebelumnya,
dari pihak Kompas TV menghubungi Andi untuk datang menghadiri acara Sapa Sulsel
dengan tujuan memperkenalkan komunitas kami. Setelah cukup lama berunding di
grup, kami akhirnya setuju. ‘Ini kesempatan bagus untuk kita, Alhamdulillah.’ kata
salah satu teman, meyakinkan. Ya, kesempatan bisa datang dua kali. Tapi, kalau
bisa kita mengambil secepat mungkin kenapa tidak.
Kami tiba tepat pukul 7
pagi di depan kantor Kompas TV. Kami dipersilakan duduk dan bercakap-cakap
sejenak sebelum akhirnya kami diajak ke dalam ruangan. Di dalam ruangan
tersebut, saya melihat banyak kamera, lampu, audio recorder, dan beberapa
karyawan dari yang stand by menunggu
arahan dari produser. Oh jadi begini dunia kerja seorang presenter dan
kameramen, kataku dalam hati.
Acara tersebut
berlangsung sekitar 20 menit. Saya sebagai seorang sahabat tentu mengabadikan
momen langka tersebut. Hahahaha saya tidak masuk TV, cukup Andi dan Kak Wawan.
Acara berakhir dengan lancar. Dan tentunya kami senang sekali bisa mendapatkan
pengalaman diundang sebagai tamu dan komunitas kami juga dikenal oleh pemuda
Makassar.
Setelah acara Sapa
Sulsel selesai, saya dan Andi pulang ke kos. Di tengah jalan, saya melihat
tukang sapu yang sedang membersihkan jalanan. Pekerjaan yang halal dan membawa
kebaikan untuk masyarakat umum.
‘Deh, begitu ternyata pekerjaannya
orang-orang media ya. Pagi-pagi sudah harus mandi, pergi ke kantor Kompas TV
untuk menyiarkan berita dan acara talkshow seperti tadi.’
Saya mengangguk
mengiyakan, ‘Hmm, ya.’
‘Saya tidak bisa kerja di tempat seperti
itu. Pagi-pagi, bayangkan, Fuad.’ lanjutnya.
‘Ya, setiap orang punya alasan untuk bangun
sepagi mungkin. Bagi mereka, itu adalah aturan kerja dan mereka menikmatinya.
Lah, kita yang mahasiswa jarang bangun pagi hahaha.’
‘Waktu
adalah ibadah.’
Saya teringat dengan
pesan kakekku sewaktu saya tinggal bersamanya di kampung. Di pagi hari setelah
sholat subuh, kami jalan-jalan, menikmati indahnya udara pagi, menginjak
rumput-rumput basah di bukit samping rumah, dan menyapa beberapa tetangga yang
hendak ke sungai membawa sekumpulan kuda. Kegiatan pagi kami berakhir dengan
menikmati teh hangat bersama, lalu saya berangkat ke sekolah. Di sore hari kami
juga menikmati kebersamaan dengan teh dan banyak bercerita tentang kampung,
adat istiadat hingga karirnya sebelum memutuskan pensiun.
‘Kamu harus jadi orang besar, Nak.’ kata
kakek.
‘Iye, maksudnya?’
‘Kejar cita-citamu. Belajarlah, kalau perlu
hingga ke luar negeri. Setelah itu pulanglah kembali ke sini. Mengabdi.’
Saya mencoba memahami
kalimat kakek perlahan, tapi dia langsung melanjutkan, ‘Apapun pekerjaanmu
nanti, asalkan halal dan baik. Juga bermanfaat bagi orang lain. Orang besar itu
baik hatinya, akhlaknya, dan bermanfaat.’
‘Iye, Kek.’ saya mengangguk mengiyakan.
Sekarang, saya paham kalimat yang dikatakan kakek dulu.
Di antara kita ada yang
bercita-cita jadi pegawai negeri, pengusaha, penulis, sutradara, pilot,
karyawan di perusahaan nasional bahkan internasional, dan lain sebagainya.
Semuanya baik asalkan halal dan bermanfaat bagi orang lain. Kita tidak boleh
mengendurkan semangat orang lain untuk menjadi yang dia inginkan selama itu
halal. Apapun pekerjaannya, minumnya ya teh kotak hangat.
Pegawai, pengusaha,
penulis, pilot, dan apapun itu kita niatkan untuk beribadah kepada Allah.
Memberikan manfaat bagi diri kita dan orang lain. Allah sudah mengingatkan kita
dengan firmannya yang begitu jelas.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ
وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan
tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan agar mereka beribadah
kepadaku.”
Firman yang sering
sekali kita jumpai dan dengar di ceramah-ceramah. Semuanya diniatkan untuk
beribadah. Memberikan manfaat bagi sesama.
Bisa jadi tukang sapu
yang kita temui di jalan-jalan lebih baik dari kita. Di pagi hari ia bangun
dengan niat mencari rezeki, berharap Allah melihatnya dan memberikan ganjaran
berupa surga kelak, serta berusaha keras agar jalanan bersih sehingga
masyarakat nyaman dalam berkendara.
Bagaimana dengan
mahasiswa? Saya dan beberapa di antara teman-teman juga mahasiswa kan? Kita
niatkan kuliah, tugas, pengalaman organisasi, dan segala aktivitas kita untuk
mendapatkan keridhaan-Nya. Mengharapkan surga-Nya.
Mungkin sebagian dari
kita ingin menunjukkan kemampuan dan kelebihannya dengan mengikuti proyek,
lomba menulis, cerdas cermat, hingga lomba proposal ilmiah. Kita ingin
membuktikan diri sebagai yang terbaik dan mendapatkan penghargaan. Ya, saya
sepakat untuk itu. Lalu pertanyaan selanjutnya, sudahkah kita berniat untuk
melakukannya karena Allah? Sudah kita berniat untuk memberikan manfaat kepada sesama?
Sudahkah kita berniat untuk mendapatkan pahala di sisi Allah.
Sudahkah? Pertanyaan itu terus berputar di kepalaku sejak beberapa hari yang lalu. Jangan-jangan, selama ini saya hanya berjalan tak tentu arahnya. Impian tak tercapai karena niatnya bukan karena Allah, niatnya tidak mau berharap kepada Allah. Niatnya, hanya percaya pada kemampuan diri sendiri. Bukankah saya terlalu sombong?
Saya coba belajar dari sebuah pertanyaan sederhana yang muncul seketika mengingat kakek. Belajar untuk ikhlas. Belajar untuk berharap kepada-Nya. Belajar untuk berbagi manfaat kepada sesama. Seperti tulisan ini, belajar untuk berbagi.
Sudahkah? Pertanyaan itu terus berputar di kepalaku sejak beberapa hari yang lalu. Jangan-jangan, selama ini saya hanya berjalan tak tentu arahnya. Impian tak tercapai karena niatnya bukan karena Allah, niatnya tidak mau berharap kepada Allah. Niatnya, hanya percaya pada kemampuan diri sendiri. Bukankah saya terlalu sombong?
Saya coba belajar dari sebuah pertanyaan sederhana yang muncul seketika mengingat kakek. Belajar untuk ikhlas. Belajar untuk berharap kepada-Nya. Belajar untuk berbagi manfaat kepada sesama. Seperti tulisan ini, belajar untuk berbagi.
Comments
Post a Comment