Sabtu Malam: Sarabba

Sabtu malam selalu menjadi malam yang spesial bagiku dan kedua temanku. Momen di Sabtu malam itulah yang menjadikannya spesial.
jadagram.com
Kebanyakan orang di malam Minggu keluar bersama pasangan belum halalnya. Sorenya nelpon dan meminta si doi bersiap-siap untuk dijemput setelah adzan maghrib. Jalan lalu pulang hingga larut malam.

Aku, James, dan Ilham memiliki cara tersendiri dalam menikmati Sabtu malam. Tidak dengan jalan-jalan bertiga lalu duduk-duduk memandangi pantai sambil mengadu kepala hingga terjadi cinta segitiga. Tidak-tidak, itu tidak akan pernah terjadi.
Ilham, Fuad, dan James
Kami bertiga punya cara tersendiri dalam menghidupkan malam yang spesial itu. Setelah bergulat dengan buku, tugas-tugas, dan guru-guru di sekolah, kami hanya membutuhkan satu malam untuk melepaskan kepenatan bersama dengan kegiatan-kegiatan positif.
 
   "Ayo, sebentar malam ke rumahnya Ilham!" ajak James.
Aku mengangguk mengiyakan "Setuju!"
  Aku, James, dan Ilham berpisah di parkiran. Keputusan kami sudah bulat, rumah Ilham menjadi tujuan kami di Sabtu malam saat itu.

Setelah sholat Maghrib dan makan malam, aku bersiap-siap ke rumahnya Ilham. Aku menghubungi James terlebih dahulu dan meminta izin ke orang tua. Orang tua sangat mengenal baik Ilham dan dia percaya kalau aku akan aman di rumahnya. 

Kami bertiga berkumpul di depan rumah Ilham, ngobrol sebentar, mencari ide dan saran apa yang akan kami lakukan .
   "Bagaimana kalau kita beli sarabba dengan gorengan?" usul James. Dia selau bersemangat tiap Sabtu malam. Dia pula yang sudah berkelana di Sabtu malam untuk mencari tempat tongkrongan yang asyik. Tapi, malam itu hingga seterusnya, rumah Ilham adalah tempat tongkrongan terasyik sewaktu kami kelas X.

Sarabba dan gorengan, perpaduan yang sangat pas untuk menemani kami para jomblo terhormat. Jomblo terhormat, istilah James untuk remaja-remaja yang memutuskan untuk menjaga diri dan memantaskan diri hingga bertemu dengan jodoh yang telah dipersiapkan oleh Allah swt.

   "Tunggu, ambil cerek dulu dengan piring untuk gorengan." 
   "Bah, ambilmi cepat, Lam. Ini, James, sudah tidak sabar mau makan." 
James hanya tertawa. Sindiran halus belum mempan padanya saat itu. Dia, teman yang murah senyum dan memiliki selera humor yang lebih baik dariku dan Ilham.

Beberapa menit kemudian, sarabba dan gorengan tersaji di depan kami bertiga.
"Bismillah." ucap kami, kompak meminum sarabba.
"Ahhh.... mantaaaap." komentar James dengan senyum khasnya. "Tidak ada yang kalah memang ini sarabba. Dibuat pake hati."

Rumah Ilham, tempat tongkrongan terseru dan terasyik mulai sepi pukul sepuluh atau sebelas malam. Orang tuaku dan James menelpon kami untuk segera pulang. Waktunya istirahat... 
   "Lain kali, kita minum sarabba dan makan gorengan di tempatnya langsunglah." seru James.
   "Apa bedanya? Bagusan di rumah Ilham." kataku.
   "Sekali dua kali lah ke sana, seru! Nanti korang (baca: kalian) lihat bedanya tempatku beli sarabba dengan tempat-tempat lainnya." James meyakinkan, diikuti dengan senyumannya yang belum pudar.
   "Minggu depan begini lagi kah?" tanya Ilham, 
   "Biarkanmi, Lam. Biar ini jadi rutinitasnya kita. Kegiatannya para jomblo terhormat hahahaha." jawabku. 

Kami bertiga biasa menikmati sarabba dan gorengan di ruang tamu atau di dalam kamar sambil menonton film, bercerita, bermimpi juga bercita-cita di masa depan. Mimpi, cita-cita yang indah. Momen itulah yang membuat Sabtu malam menjadi spesial.

Comments

Popular posts from this blog

Teh Botak dan Kepindahannya

BAB di Kampus

Akhi Wa Ukhti