Di Palu, Bukan Dipalu

Rabu, 3 Oktober 2018
00.06 WITA

Bismillah.
“Donasinya pak, bu. Bantu saudara kita, korban di Palu.”
“Berapa kali dipalu dek?”
“-_-, terima kasih.”
Sholat dulu, usaha kemudian
Ini adalah pengalaman pertama saya turun ke jalan dengan membawa sebuah dos dengan kertas bergambarkan wajah seorang bapak yang menggendong anak kecil dan tangisan seorang ibu. Korban gempa bumi dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Ya Allah, terimalah kami dan tempatkan kami kelak di surga-Mu. Aamiin.

“Ayo kak, teriak!” kata salah satu teman, mencoba menyemangati saya. Dia tampaknya tahu kalau saya masih kaku dan belum terbiasa turun ke jalan.
“Iya, doakan.” kataku sambil berusaha tersenyum. Jadinya kayak lagi nahan boker -_-.

Saya berdiri di pinggir jalan, agak sedikit ragu untuk menyusuri jalan di depan kampus Unhas. Saya merasa akan mengganggu pengendara mobil dan motor kalau saya terlalu ke tengah.
   “Donasinya pak, bu, untuk saudara kita di Palu dan Donggala. Mohon doanya dan donasinya, berapapun itu akan sangat berarti banyak bagi mereka.” teriak Amil.
  “Bagus, lanjutkan kak!” saya coba menyemangati kak Amil. Saya bersedia jadi pembawa dos asalkan tidak berbicara hehehe.
   “Dicoba kak?”
   “Lain kali saja hehehe. Sebelumnya pernah turun ke jalan kayak begini?”
   “Iya, galang dana untuk sodara Lombok, kemarin.”
   “Mantap kak Amil.”

Sepanjang jalan, sejauh mata memandang saya melihat ratusan kendaraan lalu lalang. Ada ibu-ibu yang kelelahan mengendarai sepeda motor, ada supir truk yang asyik mengepulkan asap rokoknya, adapula mahasiswa-mahasiswa yang berorasi meminta donasi dari para penunggu lampu hijau. Ya, ada banyak kelompok, organisasi yang ikut turun ke jalan membawa dos sama seperti yang saya lakukan kemarin. Dos bertuliskan, “Pray For Palu.” Bukan hanya satu organisasi, saya taksir kurang lebih 10 organisasi yang turun di Jalan Perintis Kemerdekaan, depan Universitas Hasanuddin. Jalan yang tak pernah sepi dari pukul 4 sore hingga 7 malam karena macet.

Saya tidak membawa toa, hanya mengandalkan dos, senyuman, dan masker. Masker yang membungkus senyuman yang kadang manis, kadang juga pahit. Tapi lebih sering asam.

15 menit pertama. Dos kosong.
5 menit berikutnya, masih kosong.
5 menit selanjutnya, ternyata kosong.
-_- T_T mau nangis sambil sikap lilin.
2 menit berikutnya, keajaiban itu muncul. Rp 2000 pertama.

Yeay, alhamdulillah.

Untuk donasi-donasi selanjutnya, kejadian aneh datang silih berganti.
   “Donasinya pak, bu. Bantu saudara kita, korban di Palu.”
   “Berapa kali dipalu dek?”
   “-_-, terima kasih.”

   “Bu, pak, mari doakan saudara kita di Palu dan bantu dengan donasi Anda.”
Supir mobil itu mengeluarkan tangannya ke jendela. Saya siap menjemput tangan bapak itu, meskipun bukan jodoh. Tiba-tiba bapak itu tersenyum sambil menatap mataku dan kemudian menghisap rokoknya kembali. -_- ternyata dia hanya membuang puntung rokok. Makasih pak, rokoknya nanti habis kalau dihisap.

   “Kak, itu ibu-ibu mau donasi, dekati pete-petenya (angkutan umum)!” pinta Kak Amil.
   “Siap laksanakan!” saya lalu mendekat ke arah pete-pete. Tapi ibunya malah kasih perempuan yang ada di samping saya berdiri. -_- hehehe, tidak apa-apa walaupun beda organisasi tapi tujuan kita sama. Doa dan bantuan kemanusiaan untuk korban di Palu dan Donggala.

   “Mari pak, donasi untuk saudara-saudara kita di Palu.”
   “Selamat dek, terus berjuang. Saya salut dengan kalian, merinding saya rasanya melihat antusias mahasiswa menggalang dana dan mencarikan barang-barang layak pakai untuk korban di Palu. Lanjutkan!” kata bapak TNI yang lewat. “Ini snack untuk dimakan bersama.” bapak itu menyodorkan snack Jalangkote ke dosku yang masih setia dengan kesepiannya.
    
Dari pengalaman saya turun ke jalan kemarin hingga hari ini, saya menemukan fakta yang sedikit genap, sebagai berikut.
  • Berdirilah di pinggir jalan, bahaya di tengah jalan banyak kendaraan mau lewat kalau lampunya sudah berubah ke hijau.
  • Selalu tersenyum tiap ada yang lewat dan menyapa. Bisa jadi sedekah senyummu dibalas dengan donasi dari ibu-ibu atau bapak-bapak yang lewat. Percaya, bapak-bapak yang lewat tidak akan mengasihmu puntung rokok dan ibu-ibu tidak mungkin mengajakmu bergosip di jalanan. Hanya donasi ikhlas yang mereka berikan. So, kata Caesar, keep smile.
  • Pada dasarnya, semua orang ingin berdonasi, jadi perbaiki penampilan. Kadang donator milih-milih hehehe.


Sampai saat ini, fakta itu yang saya peroleh dari Badan Kolaborasi Menggalang Dana (BKMD) Makassar. Insya Allah kalau saya temukan fakta atau data. Saya akan sebarkan di sini. Percayalah, saya tidak akan sebar gosip atau hoax.


Dan, sekali lagi percayalah kini hampir di seluruh kota di Indonesia berusaha menggalang dana untuk membantu saudara-saudara kita, korban gempa bumi dan tsunami di Palu dan Donggala. Ada melalui media sosial, lembaga sosial, mahasiswa, organisasi bahkan Aliansi RT/RW juga ikut. Rasa solidaritas kemanusiaan yang tinggi. Inilah Indonesia, duka Palu, duka kita bersama.
Tuh Jalangkotenya

Alhamdulillah luar biasa. Hasil donasi digunakan untu membeli selimut, makanan, pakaian dan sebagainya. Akan disalurkan bersama Aksi Cepat Tangga (ACT Sulsel) 

Comments

Popular posts from this blog

Teh Botak dan Kepindahannya

BAB di Kampus

Akhi Wa Ukhti