Firasat
Kemarin kulihat awan membentuk wajahmu
Desau angin meniupkan namamu
Tubuhku terpaku
Semalam
Bulan sabit melengkukan senyummu
Tabur bintang serupa kilau auramu
Aku pun sadari, kusegera berlari
Cepat pulang, cepat kembali, jangan pergi lagi
Firasatku ingin kau tuk cepat pulang
Cepat kembali, jangan pergi lagi
Akhirnya bagai sungai yang mendamba samudera
Kutahu pasti ke mana kan kubermuara
Semoga ada waktu sayangku
Kupercaya alam pun berbahasa
Ada makna dibalik semua pertanda
Firasat ini rasa rindukah ataukah tanda bahaya
Aku tak peduli, kuterus berlari
Cepat pulang, cepat kembali, jangan pergi lagi
Firasatku ingin kau tuk cepat pulang
Cepat kembali, jangan pergi lagi
Dan lihatlah sayang
Hujan turun membasahi seolah kuberair mata
Cepat pulang, cepat kembali, jangan pergi lagi
Firasatku ingin kau tuk cepat pulang
Cepat kembali, jangan pergi lagi
Firasatku ingin kau tuk cepat pulang (pulang)
Aku pun sadari
Engkaulah firasat hati
(Marcel)
Saya: eh Kak, pernah tidak berfirasat tentang suatu hal?
Kak Fitri: maksudnya? Firasat apa?
Saya: firasat tentang apa saja. Misalnya firasat mau berak sekitar jam 7 malam atau ketemu sama banci dengan bulu dada yang lebat, atau firasat apalah?
Kak Fitri: hahahaha... ada-ada saja ee. Pernah sih merasa, tapi tidak yakin. Nanti kejadian baru ngeh. Itu firasat.
Saya: pernah tidak mamanya Kak Fitri merasa khawatir karena firasatnya terhadap kejadian yang akan terjadi sama kak Fitri?
Kak Fitri: kalo orang tua pasti itu, selalu benar
Saya: ^^ hehehe...
Setelah chattingan dengan Kak Fitri, kakak dari teman kelasku sewaktu SMA. Saya mulai yakin, kalau firasat itu benar adanya. Apalagi dengan firasat seorang ibu yang tajam. Setajam siletlah atau setajam mata hati. Kita tidak akan pernah tahu secara pasti kapan waktu kita dilahirkan, kapan juga kita akan kembali. Pulang menghadap-Nya.
Entah kenapa, firasat seorang ibu selalu lebih tajam dari firasat seorang ayah. Apa mungkin karena firasat berhubungan dengan perasaan? Beda dengan logila, eh logika.
Comments
Post a Comment