Belajar Bareng Si Bayam

Bismillah.

Pernah makan bayam merah? Sukan makan sayur bayam? Apa rasanya enak? Tulisan ini bukan berisi tentang manfaat bayam. Tapi dari bayam aku belajar sesuatu.

Alhamdulillah setiap akhir pekan, tepatnya di hari Ahad, aku bersama teman-teman berkumpul di kebun. Bikin apa? Tentu kami belajar tentang berkebun. Kami belajar bagaimana mempersiapkan media tanam, menanam dan menyemai, dan merawatnya dengan sepenuh hati. Iya, sepenuh hati, karena hati yang ikhlas, tulus, dan penuh kasih.

Suatu pagi aku datang mengunjungi kebun kami, beberapa bedengan yang kami tanam sudah mulai tumbuh. Ada kangkung hijau, ada bayam hijau, dan bayam merah. Sudah empat pekan sejak kami menanam kedua jenis sayuran tersebut, alhamdulillah kangkung dan bayam hijau tumbuh subur. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh si Bayam Merah. 

Pekan keempat, sesuai janji ketua komunitas, hari itu kami memanen hasil kebun dan memasak bubur manado di kebun sendiri. Satu per satu bedengan kami panen, kecuali bayam merah. Melihat si Bayam Merah yang tidak diganggu, aku lalu bertanya, “Kak, ini bayam mau diapakan?”


“Itu ditanam kembali saja. Gak apa-apa kalau gak tumbuh, yang gagal tumbuh pun masih bisa memberi manfaat untuk tanah.” jawab salah satu senior di Makassar Berkebun.


Walaupun gagal tumbuh saat itu, si Bayam Merah masih tetap tersenyum. Ia tetap memberikan manfaat untuk si tanah yang bisa diolah kembali.


Mengingat baby bayam, aku belajar kalau proses itu indah. Proses itu dinikmati. Berhasil tidaknya, tetap dinikmati, karena sekali pun gagal ia masih memberikan manfaat untuk hal lainnya.

Comments

Popular posts from this blog

Teh Botak dan Kepindahannya

Akhi Wa Ukhti

BAB di Kampus