Kefulangan yang Tertunda
Galau. Mungkin itu kata yang tepat buat mahasiswa yang gagal
fulang ke 'HOME-nya'. Galau? Yap, galau karena gagal pulang. Eh, bukan gagal
pulang, tapi batal. -__- saya batal pulang setelah Ibuku menutup telepon dengan
kalimat yang menyentuh sekali, 'Kamu di sana saja, Nak, tidak usahmi pulang
dulu. Kamu urus saja kuliahmu. Mungkin sekalian libur semester genap kamu
pulang, kalo panjang umur, insya Allah.'
Dalam hati saya berkata, batal pulang lagi...
Saya batal pulang ke Kendari untuk liburan karena satu hal:
kuli-ah. Yap, tadi siang saya dapat kabar dari teman kampus. Dia bilang kalau
hari ini sudah bisa membayar UKT untuk semester genap. Dan setelah membayar
UKT, beberapa hari kemudian jurusanku sudah harus ke kampus buat mengisi KRS.
Setelah chattingan dengan temanku, saya mengirim sms ke Ibu, memberi tahunya
kalau mulai hari ini saya sudah bisa membayar UKT. Selain itu, saya juga minta
ditelpon kalau ada gratisannya hehehehe...
Tidak lama kemudian, hapeku berdering. Saya mengangkat
telepon, dan dengan nada pelan, saya mengucapkan salam, 'Assalamualaikum, Bu.
'Wa alaikumussalam.'
'Anu, Bu, itu, tadi temanku kasih tau kalo hari ini sudah
bisa bayar UKT. Nah, kalo sudah bayar UKT, baru saya bisa mengisi KRS.
Masalahnya, setelah bayar UKT, beberapa hari kemudian saya sudah harus ke
kampus buat isi KRS.' saya menjelaskan itu semua untuk nunjukkin kalau saya
sudah mulai dewasa: mulai memerhatikan diri sendiri tanpa dibanting, eh dibantu
lagi orang tua.
'I-i, sebentar sekali ji kau di Kendari kalau pulang besok.
Hanya beberapa hari.'
'Iya, Bu. '
Ibuku terdiam untuk beberapa saat.
'Bu, saya mau pulang.'
'Kamu di sana saja, Nak, tidak usahmi pulang dulu. Kamu urus
saja kuliahmu. Mungkin sekalian libur semester genap kamu pulang, kalo panjang
umur, insya Allah.'
Saya menghela napas panjang, tidak tahu mau berkata apa
lagi.
'Fuad? Halooo... haloo, Fuad?' tanya Ibu
'Iya, Bu, saya dengar.'
'Ndak papa ji, Nak, sekalian libur semester genap saja.'
'I-iya.' kataku terbata-bata.
Ibuku pun menutup panggilan. Setelah itu, Alim, adekku yang
duduk di dekatku bertanya, 'Jadi bagaimana ini, Fuad?'
'Baa.. Alim, tidak papa ji, kau pulang saja sendirian besok.
Biar saya tinggal di sini.'
'Maksudmu apa?' kata Alim, heran. Dia lalu membuka headshet
yang sejak tadi dia pakai. 'Ih, kotornya kau, Fuad, bilang-bilang begitu.'
'Oh sori-sori,'
'Orang tanya jadi bagaimana sekarang, mau beli kaca mata
renang atau tidak? Dia jawab lain.'
Alim lalu tertawa terbahak-bahak. Mungkin karena saya salah
paham. Saya pun ikut tertawa sambil geleng-geleng kepala juga. Dua idiot yang
tertawa di dalam kamar.
Mungkin karena mendengar tawa kami berdua, Kak Sukma, kakak
sepupuku lalu masuk ke dalam kamar. 'Ih, gila mi ini anak.' nunjuk saya dan
Alim
'Iya, Kak, saya gila karena batal pulang.' saya berhenti
tertawa.
'Kenapa?' tanyanya
'Mulai hari ini saya sudah bisa bayar UKT, terus beberapa
hari kemudian jurusanku sudah harus ke kampus buat isi KRS.'
'Jadi, kau tidak pulang?'
Saya mengangguk mengiyakan. 'Galau, Kak.' kataku, lesu.
'Pulang saja!' rayu Kak Sukma.
Saya menggelengkan kepala, 'Ibu sudah telpon tadi, katanya
saya tidak usah pulang. Nanti libur semester genap saja.'
Kak
Sukma diam untuk beberapa saat, lalu bilang, 'Kalo begitu, kau tidak usah
pulang.'
Terima
kasih, Kak Sukma. Kata-kata yang indah dan menyentuh T_T.
Saya merebahkan badanku ke tempat tidur, lalu membayangkan
harapan dan rencana liburan yang saya sudah susun bulan kemarin. Pulang ke
rumah, berkumpul bersama keluarga, dan ketemu sama teman-teman sekolah: KOPASUS
(Komunitas Kelas XI/XII IPA 1 Sukses) *SUKSES itu kepanjangan SUKA STRESS*. De
Jafu.
Malam harinya, tanteku mengajak orang-orang di rumah untuk
jalan-jalan ke Pantai Losari. Ya, mungkin cara ini bisa membuat saya terhibur.
Ada nenek, tante, om, sepupu-sepupu, dan adekku yang besoknya akan berangkat ke
Kendari. Kami makan bakso, minum jus, dan olahraga malam: jalan kaki.
Lampu-lampu jalan di Pantai Losari memang indah untuk
dinikmati bersama keluarga. Ada canda dan tawa yang saya lihat dari raut wajah
mereka. Bahagia.
Mungkin saya tidak seharusnya sedih. Saya harus tetap ingat kalau
kita boleh berencana punya dua anak, tapi terkadang harapan tidak berbanding
lurus dengan kenyataan. Bisa saja kita dikaruniai punya empat anak. Eh, kenapa
larinya ke anak-anak -___-.
'Sabar. Kamu harus percaya kalau Allah adalah perencana
terbaik dalam hidupmu.'
Waktu SMA, teman kelasku pernah bilang gitu.
'Sabar.' Haa.. mungkin saya harus bersabar untuk saat ini ^^.
Comments
Post a Comment