Kasih Ibu Sepanjang Jalan

Alhamdulillah Ibuku datang dari Kendari. Yeee... bisa bermanja-manja lagi.
Ya, berhubung kakak sepupu mau nikah, Ibu datang ke Makassar. Dan jauh hari sebelum datang, dia sudah mengabariku. Saya tersenyum saat mendengar suaranya dari ujung telpon, "Iya, Bu, nanti saya jemput di bandara pake bebek, maksudnya motor bebekku."

Senang rasanya akan melihat wajah Ibu, senyumannya, dan kebiasaan tidurnya yang kadang-kadang mendengkur hehehe. Ibuku datang dari hari Kamis, minggu lalu, tapi kami baru ketemu dua hari yang lalu. Yah, setelah saya bilang akan menjemputnya di bandara, teman kelasku memberi tahu kalau hari itu juga ada remidial mata kuliah. Saya kemudian mengirim pesan ke Ibu kalau saya tidak bisa menjemputnya. Semenit kemudian dia nelpon, dengan nada lembut, dia bilang,"Tidak apa-apa, Nak, biar Ibu naik bus. Kamu urus saja ujianmu."

Setelah dari kampus, saya mencoba menghubungi Ibu lagi. Dan ternyata oh ternyata Bung, dia langsung ke Jeneponto, tempat di mana akan berlangsungnya malam pacar dan akad nikah -__-. Tiga hari, yah... selama tiga hari Ibu di sana mengikuti rangkaian acara pernikahan kakak sepupu, selama itu juga saya mempersiapkan diri. Mempersiapkan diri? Yap, persiapan, saya  berharap dia tidak akan kecewa nanti jika melihat anaknya sekarang yang semakin tampan dan gagah *khayalan tingkat jungkir balik*.

Di hari Minggu, tepatnya sore hari, saya akhirnya bertemu dengan Ibu yang sudah menunggu kepulanganku dari kampus. Kami bertemu di ruang makan. Tampaknya Ibu sekarang berbeda, dia sudah punya pengawas yang menjaganya dari belakang. Hehe ada kucing tetangga yang nunggu jatah tulang ikan.

Haa... lega rasanya bisa bertemu lagi dengan beliau. Lega, bisa mencium tangannya yang kasar karena kerja, tetapi lembut saat mengusap kepala. Sejak bertemu dengan Ibu, saya selalu ingin di dekatnya, tetapi malu untuk diperlakukan kayak dulu. Dicium, digendong, dan dilempar.

Dan hari ini, Ibu kembali ke Kendari, pulang. Tetapi sebelum itu, dia membelikan baju untukku. Alhamdulillah hehehehe. Sayangnya saya tidak sempat mengantarnya ke bandara lagi, hari ini bertepatan dengan hari ujian. 
   "Tidak apa-apa, Nak, kamu pergi ujian saja. Biar Ibu diantar sama tantemu," 
   Seperti biasa, dia mengucapkan itu dengan lembut. Saya tidak tahu mau bikin apa lagi, saya mengambil tangannya dan menciumnya, "Maaf, Bu."
   "Iya, tidak apa-apa."
Saya pun pergi meninggalkan Ibu untuk mengikuti ujian. 
   
22 Desember 2015. Hari Ibu? Yaa... ternyata hari ini Hari Ibu. 
Kenapa ada Hari Ibu? Kenapa harus tanggal 22 Desember?

Saya mencari sejarah mengenai hari Ibu di internet, dan ternyata...
Pada awalnya para pejuang wanita Indonesia, seperti Christina Tiahahu, R.A. Kartini, dan Cut Nyak Dhien, serta pejuang wanita lainnya mengadakan pertemuan, Kongres Perempuan Indonesia III. Presiden Soekarno yang menjabat saat itu kemudian menetapkan tanggal 22 Desember sebagai 'Hari Ibu'. 

Hari Ibu diperingati sebagai bentuk kehormatan kita pada sosok malaikat tanpa sayap, Ibu. Tidak peduli kita mau panggil siapa malaikat tanpa sayap itu, 'Bunda, Ibu, atau Mama Minta Pulsa'.
Yang jelas jangan kirimkan pulsa Mama, eh maksudnya kita ada saat beliau membutuhkan.

Terkadang saya merasa aneh, menangis, dan gila sendiri, melihat anak yang menempatkan Ibunya di Panti Jompo. Aneh? Yap, kasih Ibu sepanjang masa, beliau yang mengandung kita selama 9 bulan 10 hari. Tetapi saat di usia lanjutnya, di mana beliau hanya ingin bersama anak dan cucunya, ada saja anak yang lebih milih untuk membawa Ibunya ke Panti.

  "Tidak apa-apa, Nak, kamu pergi ujian saja...,"

Ibu selalu mengerti apa yang saya katakan, apa yang saya perbuat. Entah sampai kapan dia mengerti. Entah sampai kapan dia menunggu anaknya pulang, kembali ke pelukan, seperti waktu kecil. Bagi Ibu, saya masih anak-anak, yang masih bisa diajak bermain, dicium, dan dipeluk. Ucapan, "Selamat Hari Ibu." itu terasa tidak cukup untuk menghormatinya, di satu hari.
 

Ibu selalu ada tiap kita takut akan kerasnya kehidupan, jatuh saat mencoba meraih impian. Ibu, harus dihormati dan disayang selama kita masih ada di dunia. Merasa dewasa? Tidak ingin diperlakukan kayak anak kecil? Walaupun kita sudah dewasa, tapi terkadang kita harus seperti anak kecil, yang mau diajak bermain, dicium, dan dipeluk. Kita selalu ada untuk Ibu, seperti Ibu yang selalu ada untuk kita. 
  

Comments

Popular posts from this blog

Teh Botak dan Kepindahannya

BAB di Kampus

Akhi Wa Ukhti