Apakah ini yang disebut Karma?
Saya jadi teringat kejadian beberapa hari yang lalu. Waktu itu, saya dan teman kelas saya, Kivly mau sholat asar setelah belajar. Biasa... penganiayaan bagi siswa yang akan menghadapi ujian. Kami berdua datang terlambat dan masih sempat ngobrol-ngobrol di tempat berwudhu. Nah tempat wudhunya itu dekat wisma sekolah kami, dan di dekat wisma itu pula ada semacam sumur. Yah bisa disebut sepeti itulah. Yang Sumur, bukan Eyang Subur.
Di saat saya akan berwudhu, Kivly masih saja duduk dan asik dengan hapenya. Saya pun membasahinya. Berulang kali dia mengancam akan memukul, namun berulang kali pula saya membasahi baju sekolahnya. Saya tidak takut dengan Kivly meski dia lebih besar dari saya. Saya hanya malas saja dipukul, habis pukulannya sangat keras. Makanya kalo dia mau memukul, saya lari sekencang-kencangnya. Melihat raut wajahnya yang sudah terbakar api. Saya jadi heran, kok orang yang dibasahi air malah api kemarahan yang muncul kian besar. Saya pun lari dan hampir saja saya jatuh ke dalam sumur. Untungnya saya masih jago, lumayan.
"Alhamdulillah, masih selamat."
Tapi, saat saya sedang berdiri dan menunjukkan kehebatan pada Kivly. Karma pun lewat, saya jatuh terpeleset. Ku coba berkali-kali bangun, namun kembali saya terjatuh hingga baju dan celana sekolahku kotor. Kivly, yang hanya seorang diri melihatku jatuh datang mendekat. Ku kira dia marah dan akan memukulku, juga akan menolongku setelah memukulku. Namun apa yang terlintas dalam pikiranku hanyalah angan-angan. Kivly datang mendekat bukan untuk menolong, melainkan menertawakanku terlebih dahulu.
"Tunggu Kiv, tolong jantungku sakit. Serasa terkancing." Kataku sambil menunjukkan raut wajah kasian
Bukannya dia menolong, dia malah tertawa lepas
"Hahaha... jantungmu terkancing, ada juga Fuad."
Tawanya tak berhenti dan meski jantungku sudah membaik, saya masih ingat dia tetap saja tertawa saat akan berwudhu, berwudhu, dan setelah berwudhu, bahkan saat dia akan menjadi imam sholat. Dia masih sempat tertawa melihatku. Karena tawanya, saya juga ikut tertawa terus. Setelah sholat, saya dan Kivly kembali ke tempat wudhu. Dan ternyata eh ternyata, ada bekas sabun colek di tempat aku berdiri tadi. Baju putihku yang sudah lumayan bersih setelah dibersihkan meski tak sebersih hati yang suci.
Apakah ini yang disebut Karma? Karma, bagaimanakah wujudmu?
Di saat saya akan berwudhu, Kivly masih saja duduk dan asik dengan hapenya. Saya pun membasahinya. Berulang kali dia mengancam akan memukul, namun berulang kali pula saya membasahi baju sekolahnya. Saya tidak takut dengan Kivly meski dia lebih besar dari saya. Saya hanya malas saja dipukul, habis pukulannya sangat keras. Makanya kalo dia mau memukul, saya lari sekencang-kencangnya. Melihat raut wajahnya yang sudah terbakar api. Saya jadi heran, kok orang yang dibasahi air malah api kemarahan yang muncul kian besar. Saya pun lari dan hampir saja saya jatuh ke dalam sumur. Untungnya saya masih jago, lumayan.
"Alhamdulillah, masih selamat."
Tapi, saat saya sedang berdiri dan menunjukkan kehebatan pada Kivly. Karma pun lewat, saya jatuh terpeleset. Ku coba berkali-kali bangun, namun kembali saya terjatuh hingga baju dan celana sekolahku kotor. Kivly, yang hanya seorang diri melihatku jatuh datang mendekat. Ku kira dia marah dan akan memukulku, juga akan menolongku setelah memukulku. Namun apa yang terlintas dalam pikiranku hanyalah angan-angan. Kivly datang mendekat bukan untuk menolong, melainkan menertawakanku terlebih dahulu.
"Tunggu Kiv, tolong jantungku sakit. Serasa terkancing." Kataku sambil menunjukkan raut wajah kasian
Bukannya dia menolong, dia malah tertawa lepas
"Hahaha... jantungmu terkancing, ada juga Fuad."
Tawanya tak berhenti dan meski jantungku sudah membaik, saya masih ingat dia tetap saja tertawa saat akan berwudhu, berwudhu, dan setelah berwudhu, bahkan saat dia akan menjadi imam sholat. Dia masih sempat tertawa melihatku. Karena tawanya, saya juga ikut tertawa terus. Setelah sholat, saya dan Kivly kembali ke tempat wudhu. Dan ternyata eh ternyata, ada bekas sabun colek di tempat aku berdiri tadi. Baju putihku yang sudah lumayan bersih setelah dibersihkan meski tak sebersih hati yang suci.
foto yang masih sempat saya ambil |
Comments
Post a Comment