Mengikuti Jejak Ninja Hatori

Sebuah pengalaman yang tak terlupakan dari Danau Tanralili. Pengalaman pertama yang penuh cerita dan kenangan.

Tidak terasa sudah memasuki bulan Juni 2016. Begitu tidak terasanya sudah hampir satu tahun saya menjadi mahasiksa mahasiswa. Dan, kalau mengingat bulan Mei kemarin, ada sebuah pengalaman yang ingin kuabadikan di dalam jejak hidupku.

Salah satunya adalah mengikuti jejak Ninja Hatori. Mendaki gunung... lewati lembah... *nyanyi ala Ninja Hatori kesurupan*. 

Pada tanggal 4 Mei kemarin, teman-teman kelas mengajakku mendaki gunung. Saya nanya, "Gunung apa?
   "Tidak bisa juga dibilang gunung, soalnya danau yang mau kita kunjungi. Tapi sebelumnya, yaaa mendaki gunung dan lewati lembah."
  "Oh, oke-oke, saya ikut!!!"
Saya bersemangat sekali untuk ikut. Dalam hatiku berkata, ini akan menjadi pengalaman pertamaku sebelum mendaki gunung-gunung yang lain dan mencicipi indahnya Gunung Nona.

Dua hari kemudian, kami berangkat. Kami start dari Kab. Gowa menuju Malino, sebuah tempat yang terkenal dengan keindahan pohon pinus, air terjun, dan kuda berponi yang bau keteknya minta lagi. Tapi, tempat yang akan kami tuju itu bukan Malino, tetapi sebelumnya.

Saya dan ke-18 temanku berangkat sekitar pukul 17.00 WITA. Eh, lima di antaranya cewek loh. Mereka hebat-hebat.

Kami tiba di perbatasan sekitar pukul 10 malam. Sebenarnya bisa lebih cepat, tapi beberapa teman malah keterusan sampai Malino jadi kami harus menunggu. Saya dan teman-teman beristirahat sejenak di rumah warga. Hmm... ^_^ kami lapar, ya jadi harus isi lambung dulu, baru GO!!!

Setelah makan dan istirahat, kami lalu pamit berangkat. Sebelum itu breafing, doa dan instruksi dari si Bolang (Ketua Angkatan Mesin 15). 
   "Untuk teman-teman, kita berdoa semoga sampai di tempat tujuan dan kembali dalam keadaan seperti semula." 
   "Aamiin." teriak kami.
   "Oya, perhatian. Kalo ada yang liat halus-halus, diam dan jalan saja terus. Jangan ribut."
   "Oh berarti kalo ada tangan pendaki gunung lain yang kulitnya halus bisa dielus? Asalkan jangan ribut, tetap saja jalan?" tanya salah satu teman.
   "Hmm... yang penting bukan tangannya hantu ko pegang."
   "-__-.... mana ada hantu naik gunung bawa tas?"   

Setelah registrasi, kami mulai jalan. Waktu itu hampir jam satu pagi. Awalnya jalan biasa saja, lalu sekitar 100 meter, kami mulai mendaki. Haa... berhubung ada cewek yang untuk pertama kalinya mendaki, kami terpaksa harus beristirahat beberapa kali. Lumayan hehehehe...

Setelah beristirahat, kami kembali jalan. Tapi mulai terpisah dari teman-teman yang lain. Hanya saya, Nur, Fadli, dan Dini (cewek) yang di belakang. Sepanjang jalan kami terus mendengar bunyi lonceng di sebelah kanan. Sementara di sebelah kiri, ada jurang. Jalannya kecil, jadi kami tidak boleh jalan berdua, harus satu-satu.

Di tengah jalan, Dini hampir terpleset. Untung ada Fadli bersamanya di belakang. Sementara saya dan Nur yang punya senter berada di depannya. Saat turunan, saya minta Nur untuk menyenter ke belakang, lalu... dia bilang, "Eh, kayaknya ada yang ikuti kita dari tadi."

Huuu... saya mulai menarik napas dan perlahan saya menoleh. Dalam hatiku berkata, semoga ndak ada kuntilanak yang naik gunung bersama kami sambil bawa carrier. Kalo ada, ini kuntilanak gaul sekali.

Pas balik ke belakang, saya bilang, "Oh no no no... ini bukan kuntilanak lagi. Tapi lebih nyata. ANJING HITAM!!!" 
   Sontak, Dini kaget dan lari.
   "Eh-eh jangan lari, ini jurang di samping! Tenang, Din, masih ada Fadli di belakang sebagai tumbal." teriakku
   "-__- enak saja." Fadli mulai berjalan lebih cepat. 
   "Dini, maju. Tenang-tenang." saya coba menenangkannya. 
Lumayan berhasil, tapi entah kenapa kakiku yang semakin gemetaran. Entah karena kecapekan mendaki atau karena.... TAKUT -_-.

Susunannya berubah. Dini, Nur, saya, lalu Fadli. Jadi, Fadli yang mau jadi tumbal pertama.

Saya lalu berteriak, "Woy, yang di depan jangan terlalu cepat jalan. Ada yang ikuti kami dari belakang!!!" saya melanggar instruksi Bolang

  Tiba-tiba suara lonceng itu berbunyi lagi. Aneh.

Untungnya, ada yang mendengar dan memberi tanda SOS. Mereka berhenti. Alhamdulillah.

Kami lalu jalan pelan-pelan dan tidak menoleh ke belakang hingga bertemu dengan rombongan yang lain. Bolang, ketua angkatan kami lalu menyalami kami satu per satu, "Selamat, Bro, kita sampai."
   "Sampai? Alhamdulillah." lututku masih gemetar. Mau berak.
   "Iya, sampe."

Alhamdulillah kami tiba sekitar pukul 04.30 WITA. Kami lalu foto-foto. ^_^ hehehehe...

Saat selesai, kami mulai membangun tenda untuk beristirahat. Tentunya tenda cewek dan cowok beda.

Saya hanya tidur satu jam. Soalnya pagi-pagi sekali, temanku, Mansur ajak foto-foto. Yaa.... saya.. mau lah hehe. Entah kenapa saya tidak merasa capek dan ngantuk meskipun tidur satu jam. Mungkin saking seru dan semangatnya saya hari itu.
Matahari pagi

 
tenda para bujangan

Kami makan dan mandi-mandi di air terjun. Asik sekali. Dingin lagi. Sayang, kami hanya beberapa jam di sana. Sekitar pukul 14.00 kami turun kembali. Pulang. Di perjalanan, saya baru tahu kalo bunyi lonceng yang saya dengar malamnya itu lonceng sapi. Yeee... sapi naik gunung hehe.
mau pulang

lihat sandalnya! naik gunung pake sandal swallow
Pengalaman ini tak akan kulupakan. Meskipun yang kami tuju hanya berada di kaki Gunung Bawakaraeng, tapi sangat menyenangkan karena kami harus mendaki. Insya Allah selanjutnya saya dan teman-teman akan mendaki Gunung Bawakaraeng, Gunung Latimojong, Gunung Bulusaraung, dan... Gunung Nona hehehehe.

PS:
Alhamdulillah, bersyukur sekali bisa diberi kesempatan untuk melihat keindahan ciptaan Allah swt. Malam itu banyak bintang yang bertabur di langit, mengingatkanku pada seseorang yang menginspirasi.

Comments

Popular posts from this blog

Teh Botak dan Kepindahannya

BAB di Kampus

Akhi Wa Ukhti