Ada yang Terasa Aneh
28 April 2015. Pagi harinya, setelah
bangun dari tidur saya masih mau bermalas-malasan di kasur depan tv. Saya pun
merebahkan badanku ke kasur. Terasa ada yang aneh, pantatku kayak kena setrika
panas, saya cek dari balik selimut ternyata itu benar-benar setrika yang baru
saja dipake Alim. Secepat mungkin saya menjauhkan diri, tapi 'nasi sudah
menjadi bubur', pantatku merengek kepanasan.
Karena setrika panas itu, saya tidak
jadi bermalas-malasan. Langsung mandi dan berangkat ke sekolah, tapi lupa
sarapan. Di sekolah, ada yang terasa aneh. Perutku sakit, mungkin karena
tidak sarapan dan saking laparnya cacing yang ada di perutku mengamuk minta
makan.
Di sekolah, ada yang terasa aneh.
Tiba-tiba ada kabar dari Isra, keponakannya meninggal dunia, 'Inna lillahi wa
inna ilaihi rojiun', dia meninggal di umur 4 tahun. Belum sempat saya mengisi
perutku yang kosong, teman-temanku sudah mengajak ke rumah Isra untuk melayat.
Sesampainya di sana kami dipersilahkan masuk ke ruang tengah. Ada mayat yang
terbujur kaku di sana, terbaring dengan kain yang menutupi tubuh anak kecil
itu. Di atas kepala anak kecil itu, ada foto dan namanya. Tertulis dengan jelas
nama anak kecil itu, Nazali Asrar. Saat melihat fotonya, saya merasa seperti
melihat foto kecilku sendiri. Dia, 'Nazali Asrar' mirip dengan saya
sewaktu kecil. Di foto itu, dia duduk dengan baju putih yang dia kenakan dan
ada senyum yang mengembang di bibirnya. Dia tampak bahagia di foto itu.
Kakaknya Isra yang ada di samping anak kecil itu tidak mampu menahan tangisannya,
dia masih saja menangis. Mamanya Isra juga sama, tidak bisa menahan tangisannya
karena kehilangan cucunya, bahkan lebih histeris. Ibu-ibu yang ada di
sampingnya mencoba mengingatkan.
"Sabar Bu, istighfar...
istighfar." Ibu-ibu itu mencoba menenangkan dengan memegang tangan Mamanya
Isra
"Iya Ma..., sabar." Isra pun
memeluk Mamanya. Isra menangis melihat keponakannya yang masih kecil dan imut
pergi begitu cepat.
Saya dan teman-teman hanya bisa
menonton drama itu dan tidak bisa berbuat apa-apa. Ada yang terasa aneh, saat
kepalaku menunduk ternyata ada air yang jatuh. Mungkin karena
melihat drama yang menyedihkan itu dan juga celana putih yang saya pake
ternyata transparan.
Salah satu dari kami memimpin bacaan
yasin. Mendo'akan Nazali Asrar agar tenang dan bahagia di surga. Aamiin.
Kami berpindah tempat setelah
membacakann do'a dan yasin untuk Nazali, ruang tamu. Kami duduk dan
bercerita-cerita, tapi Rabiul mau minta izin pulang duluan karena mau pergi tes
polisi.
"Mau ke mana Biul?" tanya Alfi
"Mau pergi dulu tes polisi."
Berdiri dari tempat duduknya
"Semoga lulus... Tapi kalo
diliat-liat kau lumayan tinggi dan berisi, insya Allah lulus." kata Emil
"Iyo bagus kalo kau yang tes,
mungkin masuk. Kalo Fuad yang tes polisi sudah pasti tidak diterima karena
pendek." Kata Alfi sambil melirik
"Bisa tidak kalo tidak usah
bawa-bawa kekurangan fisik?" saya nanya lalu melihat Alfi yang lagi pasang
muka-muka tidak berdosa.
"Tidak bisa :P." jawab Alfi
dengan wajah mengejek
Setelah puas menghina, teman-teman
langsung beranjak dari tempat duduknya dan minta izin sama Isra untuk pulang.
Katanya mau langsung pulang juga sama dengan Rabiul. Ini yang menyebalkan,
lama-lama bicara hanya untuk menghina lalu pulang.
Kami masuk ke ruang tengah lagi dan
meminta izin ke Mamanya Isra yang masih saja menangisi cucunya. Satu per satu
berjabat tangan dan ikut bersedih. Barisan depan ada perempuan sedangkan
barisan laki-laki di belakang, Rabiul yang memimpin jalan, di belakangnya ada
saya, Ilyas, dan Ari. Rabiul menjabat tangan Mamanya Isra yang masih saja
menangisi cucunya.
"Yang sabar tante... yang
sabar... sabar." menjabat tangan Mamanya Isra
Tiba-tiba Mamanya Isra pingsan, semua
panik. Ibu-ibu yang ada di sampingnya mencoba menyadarkan, tapi dia masih saja
pingsan. Tangan Rabiul masih melekat di tangan Mamanya Isra dan Rabiul masih
saja bilang, "Tante yang sabar... sabar... sabar tante." Rabiul
bilang begitu sambil tertawa. Kayaknya Rabiul gila, mau menunjukkan rasa
sedihnya juga ke Mamanya Isra malah dibuat histeris sampe pingsan.
Karena Mamanya Isra pingsan, saya,
Ilyas, dan Ari tidak jadi bersalaman. Kami bertiga langsung bersalaman dengan
kakaknya Isra.
Saya :
Sabar kak, yang kuat
Kaka Isra :Iya dek, makasih
banyak
Kami balik ke sekolah, sholat Zuhur lalu
pulang ke rumah masing-masing. Kami tidak ikut mengantar jenazah ke pemakaman.
Malam harinya, temanku Ilham datang ke
rumah. Dia datang dengan motor barunya. Dia minta ditemani cari helm baru. Saya
tidak nyangka sekarang Ilham sudah bisa bawa motor, dia tumbuh dan berkembang.
Sekarang dia sudah tinggi, hampir sama tinggi dengan saya. Ada yang terasa
aneh, kayaknya saya tidak tumbuh-tumbuh tinggi.
Me : Kita makan malam
dulu
Ilham : Temani saya dulu cari helm.
Belum sempat makan, kami berdua langsung
berangkat.
Jauh-jauh cari helm, ujung-ujungnya
Ilham membeli helm baru dekat rumahnya. Haa....
Di rumahnya Ilham, ternyata James
(Wahyu) sudah menunggu kami berdua. Ilham dan James sudah punya rencana kalo
malam itu mereka mau ke rumah wali kelas mereka menyetor raport. Mereka juga
membawaku.
Dari rumah Pak Alauddin, wali kelas
James, kami lanjut ke rumahnya Isra mengaji untuk keponakannya yang siangnya
dimakamkan.
Semoga kamu tenang di sana Nazali
Asrar.
Comments
Post a Comment