Benih Keberkahan
Bismillah
Hari
masih gelap namun aku harus bangun dari sofa, tempat tidurku semalam. Berulang
kali bibi memanggilku untuk melaksanakan sholat subuh dan segera bersiap-siap
untuk mengemas pakaian, laptop, dan barang-barang lainnya. Hari ini kami harus
kembali ke Kota Kendari. Hari libur telah usai, hari baru akan dimulai.
Setelah
sholat, rasa kantuk masih memenuhi mataku. Dalam hati, aku meminta izin kepada
diriku untuk memejamkan mata beberapa menit lagi. Aku pun memejamkan mata untuk
beberapa menit lamanya. Setelah itu, aku bangun dan segera mengambil handuk di
teras rumah lalu membersihkan diri. Segar rasanya, mandi di awal hari memang
sangat bagus untuk pikiran dan tubuh.
Aku
memasukkan laptop dan beberapa lembar pakaian ke dalam tasku. Semuanya aman,
Alhamdulillah. Setelah itu aku keluar rumah, bibiku sudah menungguku di atas
mobil. Aku memandangi rumah itu sekali lagi dan mengucapkan salam perpisahan.
Terima kasih untuk hari kemarin dan hari ini, sampai jumpa di hari esok, insya
Allah.
Sepanjang
perjalanan menuju bandara, aku menikmati udara pagi dan pemandangan Kota
Makassar yang dipenuhi dengan rumah dan bangunan-bangunan lainnya yang cukup
tinggi. Kota tempat dimana aku mengenyam pendidikan selama kurang lebih lima
tahun lamanya. Kota yang spesial dan tentunya selalu ada kenangan bersama keluarga
dan teman seperjuangan.
Alhamdulillah
setelah check in, aku meminta izin
kepada bibiku untuk melaksanakan sholat sunnah. Aku bersyukur karena Allah
mempertemukanku dengan salah seorang sahabat dan bibi yang selalu meluangkan
waktu untuk sholat dhuha minimal dua rakaat. Mencoba belajar dari mereka.
Aku
percaya bahwa satu kebaikan kecil yang kita lakukan di awal hari, insya Allah
akan berdampak positif pada aktivitas-aktivitas berikutnya. Aku teringat dengan
pesan salah seorang guru (aku menganggapnya sebagai guru walaupun kita belum
pernah ketemu hehehehe), kata-katanya kurang lebih seperti ini, “Cobalah untuk
selalu meminta keberkahan di setiap aktivitas yang kamu lakukan di awal hari.”
Kita
tidak pernah tahu akan bertemu dengan siapa hari ini dan hari esok. Kita juga
tidak pernah tahu hikmah apa yang akan kita temui sebelum kita mengalaminya. Cara
terbaik yang kita harus tahu adalah dengan peka untuk memetik hikmah dan
mengolahnya menjadi sebuah tulisan.
Alhamdulillah,
aku dan bibiku tiba di bandara Halu Oleo sesuai jadwal yang direncanakan. Kami
menuruni tangga menuju pintu keluar, saat itu aku melihat seseorang yang
kukenal, Kak Widi. Tapi, melihat raut wajahnya tampak ada beban pikiran dan
rasa kecewa. Ada apa dengan Kak Widi?
Aku
menyapanya dan menjabat tangannya. Pertemuan yang tak terduga. Kak Widi
menceritakan tentang rencana perjalanan dinasnya ke pelabuhan di salah satu
kabupaten untuk melakukan inspeksi kapal. Dia juga bercerita tentang rental
mobil yang mematok harga terlalu tinggi sampai membuat keningnya berkerut. “Sembilan
ratus ribu kak?” tanyaku, masih tidak percaya. Aku tahu tempat yang dituju kak
Widi, namun untuk harga sembilan ratus ribu tersebut tergolong mahal. Aku pun
meminta bantuan bibiku yang punya kenalan untuk mengantarnya ke pelabuhan
daerah.
Aku,
bibi, dan Kak Widi singgah di rumah makan terlebih dahulu, di sana bibi
menawarkan usul yang lebih realistis untuknya. “Alhamdulillah, kita ketemu
Fuad.” Kak Widi merasa bersyukur bisa bertemu dengan bibiku dan aku pun
bersyukur bisa bertemu dengan senior yang aku hormati. Kak Widianto, seseorang
yang aku hormati. Masya Allah dia orang yang menjaga sholat lima waktu dan
akhlaknya kepada dosen, junior, dan teman seangkatannya baik. Dia juga orang
yang mudah beradaptasi di segala kondisi dan termasuk orang yang aktif di
kegiatan komunitas sosial seperti volunteering
ke pulau-pulau, mengajar anak-anak jalanan membaca Al-Qur’an, dan kegiatan
positif lainnya.
Kak Widi: Alhamdulillah, sepertinya
ini kebaikan yang Allah balas berlipat ganda tadi sewaktu naik ke pesawat,
Fuad.
Fuad: kenapa tadi kak?
Kak Widi: tadi ada orang tua, ibu-ibu mau naik pesawat tapi barangnya banyak dan dia hampir jatuh, terpleset. Saya coba bantu mengangkatkan tasnya.
Lalu hal baik berikutnya datang,
kami menemukan travel yang bisa mengantar Kak Widi menuju lokasi tujuan dengan
harga yang terjangkau. Singkat cerita, aku memutuskan untuk menemani Kak Widi
ke lokasi tempat dimana dia akan menginspeksi kapal. Alhamdulillah,
diperjalanan kami bercerita banyak hal tentang kisah driver yang memutuskan resign
setelah sembilan tahun kerja di perusahaan. Dia banting setir dengan membuka usaha
pakaian syar’i sambil nge-grab untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya. Dia juga bercerita bagaimana kejujuran dan
saling memahami bisa menguatkan hubungan suami istri agar tetap harmonis hingga
cerita tentang pentingnya sikap qanaah
(selalu merasa bersyukur) dan waktu luang yang Allah berikan untuknya dengan
keluarga kecilnya.
Alhamdulillah. Alhamdulillah. Alhamdulillah.
Kami tiba di pelabuhan dan menginap di sini semalaman. Pemandangannya bagus, di saat aku menulis ini, aku sedang berada di pinggir pantai, melihat kapal yang sedang menunggu penumpang dan mobil yang satu per satu masuk ke dalam kapal fery. Pemandangan yang sudah lama tidak aku lihat, terakhir kali di tahun 2016.
Alhamdulillah. Alhamdulillah. Alhamdulillah.
Ada pesan yang aku ingat ketika bibiku tadi berbisik padaku, “Kalau mau bantu orang, jangan setengah hati. Bantu dengan sepenuh hati.” Ini reminder sekaligus teguran buatku. Astagfirullah. Ada rasa syukur dan senyum yang mengembang di bibir ketika mengingat Kak Widi mengatakan, “Alhamdulillah, mungkin membantu ibu tadi membuka kesempatanku bertemu dengan bibi dan kamu hari ini, Fuad.”
Satu benih kebaikan yang diiringi dengan hati ikhlas dan penuh harap kepada Allah akan menghasilkan buah yang tak terhingga nilainya. Kata Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri, kuncinya adalah keberkahan. Keberkahan.
Malam sudah semakin larut. Senang
rasanya di keheningan pantai ini hanya ditemani oleh desiran ombak yang saling
bersahut-sahutan. Menenangkan. Alhamdulillah.
Comments
Post a Comment