Relawan Akhirat

Bismillah.

“Sedekah akan membuatmu menjadi orang kaya. Kaya hatinya, kaya hartanya, kaya kesehatannya, dan kayak di surga, insya Allah.”

Kemarin siang, saya melihat status WhatsAppnya Kak Imam. Ajakan untuk ikut bagi-bagi beras hasil donasi dari relawan. Sebelumnya saya akan cerita sedikit tentang Kak Imam.

Saya pertama kali mengenal Kak Imam di Ekspedisi Nusantara Jaya 2017. Bersama Kak Imam dan teman-teman lain, kami ke Pulau Towea, Sulawesi Tenggara menjalankan misi yaitu pengabdian masyarakat melalui ekspedisi yang diselenggarakan oleh Kemenko Maritim. Di sanalah saya bertemu Kak Imam yang ternyata seorang volunteer, peraih beasiswa XL Future Leader dan saya mengenalnya sebagai seseorang visioner. Saya belajar banyak dari Kak Imam tentang visi dan misi sebagai seorang muslim, menjadi mahasiswa yang berbeda, dan jiwa entrepreneur yang begitu kuat. Bagiku, Kak Imam adalah mentorku. Mentor untuk menjadi seorang pemimpin muslin yang berjiwa entrepreneur.

Melihat ajakan tersebut, saya membalas chat Kak Imam dan bergabung untuk ikut bagi-bagi beras hari ini. Saya ajak Yudhi, sahabatku. Saya ingin memperkenalkan dia tentang misi dari Relawan Akhirat ini yang menurutku masya Allah, seru dan menyenangkan. Namun sayang, Yudhi memiliki agenda yang harus dia kerjakan hari ini. Insya Allah saya akan mengajaknya di kesempatan lain bersama sahabat-sahabatku yang lain, Acang, Ilyas, Rabiul, Kifli, Ilham, dan Yusuf.

Menjelang jam 1 siang, saya ke kantor Harian Rakyat Sultra, tempat kami berkumpul. Saya menunggu Kak Imam dan Kak Hamka setengah jam lebih. Insya Allah saya lebih baik menunggu daripada harus ditunggu orang. Saya mengambil pelajaran penting ketika ke Jepang tiga tahun lalu, aku belajar untuk menghargai waktu orang lain dengan datang tepat waktu atau minimal memberi tahu orang yang menunggu bahwa kita akan terlambat beberapa menit jika tiba-tiba ada halangan.

Setelah berkumpul, Kak Alpin mengajak kami: saya, Kak Imam, Kak Hamka dan Halil ke tempat pembelian beras. “Hari ini insya Allah kita akan salurkan beras 1,3 ton, Fuad.” Kata Kak Imam.

   “Masya Allah, banyaknya Kak.”

   “Alhamdulillah. Semoga jalan terus dan makin banyak ke depan.”

   “Aamiin, Kak.”

Di Mandonga, dekat simpang tiga menuju Alolama, kami berhenti dan bertemu dengan pedagang beras yang masya Allah ramah dan murah senyum. “Silakan sini, duduk sambil makan-makan cemilan.” Ibu berjilbab hitam itu mempersilakan kami duduk dan memberikan teh botol dan susu beruang. Alhamdulillah, semoga Allah membalas segala kebaikan ibu. Kami cukup lama di sana, menunggu seseorang yang akan membawa mobil pick up yang membawa muatan beras 1,3 ton.

Sambil mencicipi cemilan yang dihidangkan dan minuman, Kak Alpin menceritakan kembali pengalaman pertama saya ikut bagi-bagi beras. Selain itu kami saling bersenda gurau untuk menghilangkan rasa jenuh. Tak lama kemudian muncullah seorang laki-laki yang mengenakan kaos berkerah dengan perut yang lumayan one pack. Saya menebak, dia pasti sudah berkeluarga. Lalu Kak Alpin menyapa namanya, “Hayyun, ayo kita berangkaat, sudah terlambat.” 

Kami berenam pun berangkat ke pesantren pertama Pesantren Barakati, jauh dari kota. Ada dua pesantren yang kami datangi selain Pesantren Barakati, yaitu Baitul Qur’an dan saya lupa namanya hehehe. Saya teringat dengan sahabatku yang kuliah di Mesir sekarang, Bahrul Ulum yang pernah mondok di sana.

Setelah tiga pesantren, kami ke pesantren di mana orang tua Kak Sultan (seniorku di Aliyah) yang menjadi pengurus dari pesantren tersebut. Lalu ke Rumah Qur’an Tapulaga dekat penyeberangan Pulau Bokori dan ke Pesantren Ummul Qura, dekat rumah Indah. Saya ingin sekali melihat dan bertemu dengan Indah. Namun, saya hanya bisa melihat sisi rumahnya. Dia mungkin lagi istirahat di rumah atau sedang di kampus tadi sore.

Menjelang Maghrib, kami singgah ke masjid untuk melaksanakan sholat maghrib lalu ke pesantren-pesantren, panti asuhan dan Tahfiz Qur’an. Alhamdulillah tiap kali singgah dan membawa karung-karung yang berisi beras, hatiku berdesir, ada rasa kerinduan sekaligus bahagia. Rasanya ingin selalu bersedekah tiap hari, melihat wajah-wajah anak kecil yang begitu bahagia mendapatkan karung-karung berisi beras. Ternyata masih ada panti asuhan, pondok pesantren dan tahfiz Qur’an yang anak-anaknya yatim piatu atau ditinggalkan oleh orang tuanya karena broken home atau alasan lainnya. Rasanya air mataku meleleh.

Alhamdulilah saya bersyukur bisa ikut bagi-bagi beras hari ini. Walaupun baru pulang jam 9 malam dari mengantar beras sejak jam 3 siang, saya merasa bahagia. Saya belajar syukur dan sabar hari ini. Saya merasa lebih beruntung dari anak-anak yang ditinggal oleh orang tuanya. Saya merasa bersyukur masih bisa memilih-milih makanan yang akan dimakan tiap hari, berbeda dengan mereka. Semoga beras dari donator ini menjadi wasilah untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah dan menjadi sedekah jariyah.

Insya Allah, saya berkomitmen untuk bersedekah tiap bulan dan menjadi bagian dari Relawan Akhirat. Saya ingin mengajak sahabat-sahabat yang lain untuk ikut menjadi bagian dari Relawan Akhirat. Hal yang terpenting dari sedekah ialah, niat ikhlas dan untuk anak-anak yang bahagia melihat beras untuk makan mereka.

Senyum, tawa, dan ucapan “Terima kasih kak,” memberiku kekuatan, kebahagian dan rasa syukur yang berlimpah. Alhamdulillah.

Comments

Popular posts from this blog

Teh Botak dan Kepindahannya

Akhi Wa Ukhti

BAB di Kampus