Cerita di Akhir Kisah

Foto dari temanku, Indah

Bismillah.

Kenapa kita lahir di dunia menjadi sebuah pertanyaan yang kadang muncul tiba-tiba. Kenapa kita lahir di dunia menjadi sebuah tanda tanya yang bagi sebagian orang sudah menemukan jawabannya, sebagian lainnya sedang mempelajarinya. Lalu pertanyaan selanjutnya, bagaimana kita lahir?


Aku lahir 24 tahun yang lalu. Alhamdulillah lahir dalam keadaan sehat di hari Jumat. Ayahku tidak berada di sana saat aku lahir, namun ibuku adalah ibu yang kuat. Walaupun sempat panik karena aku tidak menangis, namun aku masih sehat-sehat. Terbungkus rapi dalam balutan kantung ketuban yang mengering. Aku lahir, dan mulai hari itu aku melakukan perjalanan yang panjang juga singkat. Perjalanan yang panjang di dunia bagiku dan bagi Allah perjalananku sangat singkat.


Suatu hari aku menanam bunga matahari di rumah. Aku semai dan rawat setiap harinya. Walaupun lama, namun aku tetap bersabar dan menikmatinya hingga berkecambah. Lalu aku memindahkannya ke pot yang lebih besar. Bunga-bunga tersebut indah menawan, Masya Allah. Aku sirami dan aku coba praktikkan apa yang guru ajarkan. Ucapkan tasbih dan niatkan agar tumbuhan tersebut bertasbih atas sedekah air yang aku berikan. Subhanallah wa bihamdihi. 


Hari-hari berikutnya bunga matahari tersebut tumbuh dengan cantiknya. Namun setelah masanya lewat, bunga tersebut layu dan menghitam. Setiap tanaman memiliki waktunya masing-masing. 


Setelah melihat bunga yang aku tanam layu dan gugur. Aku belajar sesuatu darinya. 

Pertama, perjalanan hidupku bagi Allah sangat singkat seperti bunga matahari. 


Kedua, perjalananku sejak benih hingga tumbuh di masa pertengahan ini adalah keindahan. Keindahan dan kenikmatan dari setiap proses yang aku lalui. Di masa inilah waktu terbaik untuk beribadah dan segera bertaubat ketika memiliki dosa.


Ketiga, di hari tua, di mata sebagian orang kita menjadi lemah. Namun ada sesuatu yang kita tinggalkan. Seperti bunga matahari yang meninggalkan biji untuk kembali ditanam. Meninggalkan sesuatu yang baik untuk hari esok.


Aku senang berkebun. Ketika berkebun aku menikmati proses belajar tumbuh bekembang. Belajar sabar ketika menyemai dan merawat. Belajar bahwa aku hidup saat ini atas izin Allah. Belajar bahwa ada kehidupan setelah ‘masa ini’. Di lubuk hati dan sampai saat ini aku masih terus bertanya, apa yang aku tinggalkan untuk hari esok?


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٌ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعۡمَلُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (Q.S al-Hasyr: 18)

Kebun di Makassar Berkebun


Comments

Popular posts from this blog

Teh Botak dan Kepindahannya

BAB di Kampus

Akhi Wa Ukhti